Fenomena astronomi ekuiluks menyambangi daerah di Indonesia mulai 20 Januari 2022. Dikutip dari Lapan, ekuiluks adalah fenomena astronomis ketika panjang siang tepat sama dengan panjang malam, yakni 12 jam.
Ekuiluks terjadi ketika panjang siang tepat sama dengan panjang malam sebesar 12 jam. Tanggal terjadinya ekuiluks bergantung dengan lintang geografis pengamat. Ekuiluks dapat terjadi beberapa hari, pekan bahkan beberapa bulan sebelum atau setelah ekuinoks. Ekuiluks dapat terjadi ketika solstis, dengan nilai deklinasi Matahari = kemiringan sumbu Bumi (=23°26′). Dikarenakan deklinasi Matahari tidak mungkin melebihi kemiringan sumbu Bumi, maka kita dapat menentukan koordinat mana sajakah yang tidak memungkinkan terjadi ekuiluks.
Sementara itu, ekuinoks adalah fenomena astronomis ketika lintasan semu harian Matahari berimpit dengan garis katulistiwa. Ekuiluks hanya fenomena astronomi biasa, tidak berdampak apa pun ke kehidupan manusia. Meskipun demikian, langit akan mulai tampak terang ketika terjadi aram beberapa menit sebelum Matahari terbit (sebagai fajar) maupun beberapa menit setelah Matahari terbenam (sebagai senja).
Aram terjadi dikarenakan oleh pembiasan sinar Matahari oleh atmosfer Bumi, sehingga saat Matahari terbenam, langit tidak seketika gelap dan menjelang Matahari terbit, langit tidak seketika terang.
Tanggal terjadinya ekuiluks bergantung dengan lintang geografis pengamat. "Ekuiluks dapat terjadi beberapa hari, beberapa pekan, bahkan beberapa bulan sebelum atau setelah ekuinoks
Ada tiga ibu kota provinsi yang akan mengalami ekuiluks, yakni: Tanjungselor (Kalimantan Utara) pada 27 Januari Medan (Sumatera Utara) pada 10 Februari Banda Aceh (NAD) pada 25 Februari.
Selain 3 kota tersebut, ada 36 kota lainnya di lima provinsi berbeda yang juga akan mengalami ekuiluks sejak 20 Januari hingga 26 Februari mendatang, yakni: Subulussalam (NAD): 20 Januari Sidikalang (Sumatera Utara): 24 Januari Pulau Subi (Kep. Riau): 28 Januari Pematangsiantar (Sumatera Utara): 29 Januari Kisaran (Sumatera Utara): 30 Januari Tanjungbalai (Sumatera Utara): 30 Januari Anambas (Kepulauan Riau): 31 Januari
Kabanjahe (Sumatera Utara): 2 Februari Berastagi (Sumatera Utara):4 Februari Tapaktuan (Sumatera Utara): 5 Februari Tebingtinggi (Sumatera Utara) : 6 Februari Tarakan (Kalimantan Utara): 6 Februari Kutacane (NAD): 9 Februari Deli Serdang: 9 Februari Tanjungmorawa: 9 Februari Lubukpakam (Sumatera Utara): 9 Februari Binjai (Sumatera Utara): 10 Februari Tahuna (Sulawesi Utara): 10 Februari Blangpidie (NAD) : 12 Februari Stabat (Sumatera Utara): 12 Febuari Pulau Natuna (Kepulauan Riau): 13 Februari Pangkalanbrandan (Sumatera Utara): 14 Februari Blangkejeren (NAD): 14 Februari Melongguane (Sulawesi Utara): 15 Februari Meulaboh (NAD): 16 Februari Nunukan (Kalimantan Utara): 17 Februari Langsa (NAD): 18 Februari Takengon (NAD): 20 Februari Dampulis (Sulawesi Utara) : 21 Februari Benermeriah (NAD): 21 Februari Lhoksumawe (NAD): 23 Februari Bireuen (NAD): 23 Februari Sigli (NAD): 24 Februari Jantho (NAD): 24 Februari Miangas (Sulawesi Utara): 25 Februari Sabang (NAD): 26 Februari
Sebagaimana dengan ekuinoks, ekuiluks dapat terjadi dua kali setahun. Fenomena ini akan terjadi kembali pada 15 Oktober (Sabang) hingga 18 November (Subulussalam) mendatang. Dengan kata lain, ekuiluks dapat terjadi ketika ekuinoks jika dan hanya jika Bumi (ataupun planet lainnya) tidak memiliki atmosfer, sehingga tidak membuat ufuk tampak lebih rendah dari ufuk sejati karena pembiasan atmosfer.